Perhatian. Post yang anda baca ini mengandung Spoiler…
Huff… Finally nonton juga film yang satu ini. Film yang sangat bagus, benar-benar keren. Sinematografinya keren, ceritanya bagus, dan pesan moral dibelakangnya pun luar biasa, aktingnya pun bagus banget. A really good meme. Gak ngerasa rugi bayar selawi ribu buat nonton nih film di Blitz Megaplex.
Gue udah nunggu film ini keluar sejak membaca iklannya di koran Kompas beberapa minggu lalu di perpus TF. Setelah itu gue langsung ngesms seseorang buat ngajak nonton film ini dan dia bersedia. Sayangnya pas hari H dia sedang berhalangan. Hmmm, mungkin karena cemburu? Alhasil gue nonton ama kabinet Shana. Not bad at all… Sambil nonton sekalian kenalan ama anak-anak baru, menambah koleksi jaringan gue.
Lucunya, sebenarnya gue berencana nonton besoknya.. Karena mau ngerjain TA dulu pas malamnya. Sayangnya ternyata gue terbujuk dan teracuni, apalagi menimbang kemungkinan tidak bisa pulang diantar radix karena waktu nonton film yang udah mepet. Walhasil, gue cuma bisa bilang gini ke nandar via sms “gue milih nonton laskar pelangi, sayonara TA”
Hehehe… semoga Pak Andri (pembimbing gue) tidak baca blog ini, kalo tidak mampus deh gue….
Oh ya, satu hal mengenai kepopuleran film ini. Pas malam jumat ketika film ini diputar perdana ada satu fenomena menarik. Apakah itu? Di status teman-teman gue di YM via HP mereka menulis hal yang senada: “ITB pindah ke Ciwalk XXI”. Hehehe… inilah dampak sebuah film, begitu banyaknya mahasiswa ITB yang nonton pas malam itu sehingga kalo rektor ITB mau mengadakan kuliah umum bisa dilakukan di bioskop XXI ciwalk. Bravo buat orang-orang yang tahu tontonan bagus itu seperti apa…. Btw Jangan-jangan Masjid Salman sepi ya pas salat tarawihnya? Orang-orangnya pada nonton semua. PARAH… 🙂
Back to our main topic… Laskar Pelangi bisa gue katain sebagai Film Indonesia terbaik yang pernah gue tonton selama tahun 2008 ini. Tema ceritanya boleh dibilang beda ama yang lain. Sedikit banyak ngingetin gue ama proyek “Anak Seribu Pulau” nya Garin Nugroho yang diputar pas jaman gue SD-SMP. Two Thumbs up untuk Andrea Hirata, Riri Riza, dan Mira Lesmana….
Sinopsis cerita film ini bisa dibaca di sini.
Kalo postingannya Iqbal di blognya ngebahas mengenai asal usul nama sekolah yang berarti waktu luang hingga kepakarannya roy suryo, gue bakal meliat film ini dari sisi humanisnya. Sekolah adalah penting. Tidak ada tawar menawar dalam hal ini. Semua orang berhak untuk mengecap tetes manis kehidupan yang bernama pendidikan. Bahkan hal ini sudah termaktub dalam Pasal 31 UUD 45, salah satu dasar peraturan terpenting di negara ini yang kedudukannya cuma setingkat berada di bawah pancasila.
Pendidikan yang diusung oleh Andrea Hirata dalam novelnya yang fenomenal itu tidak hanya mengandung pengertian bahwa sekolah mengajarkan ilmu pasti belaka. Melainkan juga pembangunan karakter, norma-norma dan budi pekerti terhadap peserta didiknya. Miskin bukan halangan, bahkan idiot pun bukan rintangan. Ingat tentang Harun dalam film ini yang menggambar kucing di lembar jawabannya? Sekolah bukanlah tempat untuk mendikte orang untuk menjadi hitam putih. Melainkan justru untuk belajar menikmati warna pelangi, mejikuhibiniu.
Well, filmnya sendiri bukan berarti tanpa cacat. Gue ngeliat film ini penuh dengan unsur humanis dan humor yang terkadang dipaksakan. Di tengah-tengah film diceritain si Ikal (andrea waktu masih kecil) sedang jatuh cinta pada A Ling, anak pemilik toko kelontong langganan SD 1 Muhamadiyah. Di tengah badai asmara itu, A Ling pindah ke Jakarta dan memberi Ikal gambar Paris (spoiler: tempat kuliah Andrea saat mengambil S2 adalah di kota Sorbonne, Prancis). Di saat seperti itu scene digambarkan sepi, bahkan toko yang runtuh pun tidak dapat mengusik hati Ikal yang gundah gulana. LEBAYYYY!!!!
Setelah itu terdapat adegan tari-menari khas India yang dinyayikan oleh Mahar, sahabat Ikal, dengan menggunakan langgam melayu khas Rhoma “oma” Irama. Wooops, agak sedikit mengikuti pola film India ya? Tapi perlu disaluti juga nih si Riri Riza atas usahanya. Sekalipun sekali lagi gue ngerasa gimana gitu kalo yang ngebawainya anak kecil, lucu plus jayuz hehehehe 😀
Selain itu film ini juga mengurangi beberapa detil informasi dari bukunya. Detil info seperti nama buaya yang selalu ditunggu oleh Lintang ketika mau sekolah (namanya Bondenga kalo mau tahu), Pekerjaan Lintang setelah gede adalah sopir truk di Belitong, dan yang datang ke pulau hantu sebenarnya cuma dua orang: Mahar dan Ikal. Tapi gak pa-pa, bisa dimaklumi karena durasi film yang pendek (2 setengah jam mirip kaya The Dark Knight).
Di saat nonton film ini gue kepikiran satu hal yang terus mengganggu: “Coba kalo pengurus dan pengajar rumah belajar nonton film ini barengan ya? Kayaknya bisa nambah motivasi buat terus berjuang memajukan pendidikan di sekitar sangkuriang” Bagaimana tidak, sambil menonton ini gue selalu diingetin akan pentingnya belajar dan pendidikan. Tema yang cocok banget kalo film ini diputar pas malam keakraban rumah belajar. Melihat Bu Muslimah dan Pak Harfan yang tetap semangat mengajar sekalipun kondisi ekonomi pas-pasan dan jumlah murid cuma sepuluh benar-benar menohok gue (dan semoga aja rekan-rekan rumah belajar yang lain): “Mereka saja bisa berjuang atas nama pendidikan sekalipun hidupnya susah, kenapa kita tidak mencoba membangun rumbel menjadi lebih baik dengan nama almamater gajah sakti yang kita miliki?” Perih…
Gue bakal menutup postingan ini dengan sebuah cerita tentang Lintang, sahabat si Ikal. Lintang dikisahkan sebagai anak yang cerdas dan bersemangat tinggi mengejar arti pendidikan. Kemampuan belajarnya tinggi, bahkan dia mampu menunjukkan kesalahan panitia cerdas cermat sewaktu lomba. Lintang rela bersepeda hingga SDN 1 Muhamadiyah yang jaraknya cukup jauh bahkan mesti melewati sarang buaya untuk pergi bersekolah. Bahkan quotenya Lintang adalah “Kita harus sekolah, Kal.” Betapa telihat kalau si Lintang begitu mencintai kehidupan sekolah bahkan bersungut ketika sekolah usai. Gue ngerasa iri ama dia… He love school very much, i don’t think my relationship with my almamater is that good….
Di akhir novelnya, Andrea menulis bahwa Lintang menjadi sopir truk karena dia mesti putus sekolah pas SD saat bapaknya meninggal dunia. Tapi yang tidak diketahui oleh orang banyak, terakhir kali Andrea kesana… Lintang sudah menghilang.
Betapa sayangnya apabila bangsa ini kehilangan Lintang-Lintang yang lain. Orang-orang cerdas yang dapat menjadi aset bangsa bahkan peradaban. Kunci untuk membangun bangsa dan memperbaiki keadaan terpuruk kita saat ini adalah melalui mereka, kuncinya dengan cuma satu kata: PENDIDIKAN!
Pengen tau lebih banyak tentang film ini? Klik link ini
PS: Terima kasih buat Shana yang udah mengundang buka puasa dan nonton film, Karin yang bersedia menjadi host yang baik, dan Kuti yang ngebeliin tiket. Jazakilah khairan katsira (semoga Allah membalas kebaikanmu).
Our Commentator