Arsip untuk Oktober, 2008

31
Okt
08

Sebuah Cerpen dari Sahabat

Pengen nulis sesuatu, tapi apa ya???

Bingung…

Iseng-iseng lihat hardisk, membaca sesuatu yang menarik. Ada file dari *****. Sebuah cerita pendek a.k.a cerpen.

Jadi kepikir buat naro di blog ini…


Saya apreciate banget ama yang nulis. Dia sahabatku di SMA. Sama-sama gila, sama-sama konyol, sama-sama sok idealis, dreamer too… Orang-orang bilang kami “cocok”, tapi jelas bagi diri saya. Seorang sahabat jelas lebih berharga daripada pacar. Akhirnya status kami tidak naik-naik he he 😀

Lanjutkan membaca ‘Sebuah Cerpen dari Sahabat’

28
Okt
08

(Bukan) Wisuda Terakhir!!!

Wisudawan dan teman-temannya

Persahabatan bagai kepompong

Yakkk, judul diatas emang sedikit membingungkan…

Artinya kurang lebih begini:

Bagi sebagian orang yang terdapat di dalam foto di atas, wisuda 25 oktober kemaren bisa berarti wisuda terakhir mereka. Karena mereka melepas status mahasiswa S1 mereka pada hari itu. Sedangkan bagi diri saya sendiri (dan beberapa orang lainnya di foto diatas) masih menunggu saat yang tepat untuk lulus dari kampus gajah ini. Saya sendiri masih harus menunggu juli 2009 sebelum dapat meperpanjang inisial nama saya menjadi A.R.S.S. S.T. Panjang baget ya kan…

Bagaimana rasanya ditinggal lulus?

Sedih jelas terasa, gue ditinggal bo. Tapi jangan sampai perjuangan saya terhenti karena rasa sentimentil ini. Masih harus semangat sebelum bisa mencapai target yang ingin diraih.

Terima kasih teman-teman wisudawan, atas persembahannya… Atas persahabatannya…. Atas seluruh kenangan indahnya. Semoga sukses selalu…

Terkenang lagu dari ST 25 (Wisudawan yang lulus oktober 2008):

“Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu
Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah jadi indah
Persahabatan bagai kepompong
Maklumi teman hadapi perbedaan
Persahabatan bagi kepompong”

 Sindentosca – Kepompong

28
Okt
08

Sumpah Pemuda Atau Sumpahi Pemuda?

Tanggal berapa hari ini? 28 Oktober 2008 huh? It’s remind me of something…

Sesuatu dari pelajaran sejarah jaman SMA dulu terbayang di kepala…

Hmmmf… 80 tahun sumpah pemuda. Sudah selama inikah? Kok kita gini-gini aja sih?

Lets see what is happen(ing) with our country…


Lanjutkan membaca ‘Sumpah Pemuda Atau Sumpahi Pemuda?’

21
Okt
08

Mimpi

My Next Dream

“Mimpi adalah bahan bakar abadi untuk perjuangan, cita-cita adalah tujuan yang hendak diraih, dan cinta adalah pelumas yang memberi kesegaran dalam setiap perjuangan. Sedangkan perjuangan itu sendiri adalah kendaraan untuk mencapai hasrat terdalam dalam diri manusia (passion)”

Sebuah komentar di blognya Ami

Setiap manusia dan mahluk yang fana yang lain memiliki kecenderungan yang sama. Mereka menginginkan sesuatu dalam hidupnya. Salah satu hal yang diinginkan oleh tiap orang adalah mencapai mimpinya.

Menilik dari pengalaman saya pribadi, bermimpi itu adalah hal yang indah. Semasa SMA kelas satu saya cuma bisa bermimpi menjadi mahasiswa ITB. Well, mimpi yang dulu terdengar begitu tinggi karena saya tinggal di daerah dimana masuk ke universitas swasta saja sudah merupakan kemewahan. Kenyataannya sekarang saya merasa biasa saja dengan status saya. Mungkin karena sudah muak melihat banyak mahasiswa ITB di sekitar saya.

Pada masa lalu, orang tua saya selalu mengira saya tidak mampu mencapai target yang mereka inginkan dalam diri saya. Dan entah mengapa saya selalu bisa melampauinya. Katakan saja saya terlalu pede, tetapi saya selalu percaya bahwa setiap manusia memang dilahirkan dengan hasrat untuk meraih apa saja yang bisa mereka impikan. Dan meski pada saat saya mengumumkan keberhasilan saya masuk ke salah satu universitas negeri dengan tingkat kesulitan tinggi ini mereka bersungut membayangkan biaya kuliah saya. Kenyataannya saya bahagia, meski saat ini mesti banting otak untuk segera lulus dari teknik fisika he he he..

Karena itu teman, saya ingin berpesan kepada kalian semua: Ketika kalian memilki mimpi besar yang kalian percaya. maka peganglah mimpi itu. Tulis mimpi itu, dan jadikan sebagai acuan hidup kalian. Jangan biarkan suara-suara negatif menghancurkan mimpi itu. Tidak ada mimpi yang terlalu kecil untuk diremehkan. Dan tidak ada mimpi yang terlalu besar untuk digapai. 

Hidup manusia cuma sekali dan sangat pendek. Tidak akan terasa bila waktunya akan segera habis. Jangan sampai kalian menyesaliya. Karena itu, gunakan waktu yang telah diberikan oleh Allah untuk mengejar legenda pribadi (bila memakai bahasa paulo coelho) atau lentera jiwa kalian. Dan jangan menyerah sampai nafas ini habis.

Selamat berjuang mengejar mimpi dan tujuan hidup kalian. Good luck! 😀

“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu”

(Arai, Sang Pemimpi)

13
Okt
08

Saat Sampah Kita Sebut Sebagai Film

Hmmmf… Apa sih kerjaan orang-orang di lembaga sensor film saat ini? begitu juga dengan ulama-ulama di MUI? Atau Mahasiswa-mahasiswi idealis yang berkata kalo dirinya adalah penjaga nilai-nilai? Guardian of value? Dimana kalian sekarang??? Masa sampah disebut film???

Pikiran yang terlintas ketika menonton film Chika

Jujur saja, kalau saja bukan karena ajakan teman baik saya yang sudah susah payah menjemput saya di Cengkareng dan mentraktir saya main di Ancol, Rasanya tidak mungkin saya menonton Film-Remaja-Perusak-Moral ini. Well, selera teman saya Yang-Namanya-Tidak-Akan-Disebut (YNTAD) ini memang cukup aneh. Pertama, dia berhasil mengajak saya menonton film Kawin Kontrak beberapa bulan lalu. Dan sialnya dia bilang film ini bagus karena pemerannya “lucu”. Kemudian pada hari kamis tanggal 9 Oktober pukul 22.00 WIB kemarin dia berhasil menjebak saya kembali menonton salah satu film Indonesia terburuk lain, Chika.

Benar-benar terjebak. Sepanjang film saya sibuk mengutuk film ini. Inilah akibatnya kalau memilih film cuma dari posternya saja.

Alhasil, saya tinggalkan YNTAD di saat 20 menit menjelang akhir film, bukan karena saya tidak tahu sopan santun pada teman saya ini. Melainkan karena saya harus mengejar travel X-Trans saya yang akan berangkat pukul 23.45 WIB (karena besoknya ada briefing Galasin di lapangan basket CC). Meski tidak dapat saya sembunyikan perasaan bahwa saya akan muntah kalo menonton film ini sampai akhir (peace ya YNTAD 🙂 )

Sinopsis film ini sendiri lebih baik bila dibaca di blog ini

Bisa dibilang selera kita sebagai penonton sering dianggap remeh oleh para produser film Indonesia. Okelah, kita lihat bahwa Laskar Pelangi dan Janji Joni adalah film yang bagus bagi orang-orang dengan selera tinggi. Tetapi disamping film-film bagus seperti LP, tumbuh subur pula film-film pengumbar syahwat dengan tujuan mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari penonton baru akil balig dengan pikiran masih polos. Kenyataanya film-film ini berating “Remaja” meski sesungguhnya lebih cocok dengan rating “Dewasa”. Apakah ini merupakan strategi pasar supaya mendulang penonton dalam pasar lebih luas? Terutama penonton ABG? Dan film-film ini ternyata laku di bioskop sekitar kita… Damn!

Ciri-ciri film ini relatif sama. Tampilkan aktor atau aktris berpenampilan menarik dengan proporsi badan yang bagus. Kemudian minta si aktris untuk mengenakan pakaian dengan batas rok atau celana beberapa puluh centi diatas lutut (“Bupati”, Buka paha tinggi-tinggi) dengan belahan dada rendah (“Sekwilda”, Sekitar wilayah dada). Berikan jalan cerita remeh temeh seperti cinta monyet atau perselingkuhan. Terakhir, minta si aktris, yang notabene masih berusia belia, untuk melakukan adegan ciuman, pelukan, atau tidur bareng dengan si aktor cowok (yang juga masih berusia muda). Ckckckck… Mau dibawa kemana moral bangsa ini???

Sedihnya lagi, film-film ini nampaknya memang rencana dirilis pasca lebaran. Film seperti Kutunggu Jandamu, Barbie, Kawin Kontrak lagi, dan Suami-Suami Takut Istri… Well, memang bulan syawal berarti iblis-iblis sudah lepas dari kerangkengnya, tampaknya. Termasuk juga iblis syahwat yang tertawa terbahak-bahak ketika anak-anak dibawah umur menonton sampah yang kita sebut film ini. Apakah ini berarti kita sudah kehilangan sense of crisis kita?

Saya tidak bermaksud menggurui sama sekali terhadap para penonton film-film Indonesia. Tapi saya berusaha untuk mengaplikasikan ilmu yang saya dapat dari FIM dulu. Menonton film pengumbar syahwat berarti membiarkan meme yang jahat bercokol di dalam otak anda. Jangan heran apabila banyak terjadi kasus perkosaan anak di bawah umur atau pelecehan seksual di media masa. Dan juga jangan heran lagi, saat sense kita menjadi tumpul karena sudah terbiasa dengan hal-hal ini, maka sudah saatnya standar moral bangsa ini dipertanyakan.

Maka teman, disaat kamu merasa joke yang seksual dari film-film diatas menghiburmu hingga tertawa terbahak-bahak. Maka ingatlah, si fulan (berusia belasan tahun) yang memperkosa si fulanah (berusia dibawah jumlah jari tangan kita) karena hewan moluska diantara pahanya berada dalam kondisi libido tinggi karena film-film sejenis ini. Atau cerita tentang kakek yang memperkosa cucunya sendiri. Ataulah cerita tentang pasangan remaja belia yang apes karena mesti menikah karena kondomnya bocor. Apakah pernah terpikir olehmu tentang hal ini? Pilihlah tontonan yang bersahabat dan cerdas. Jangan biarkan sampah berada dalam hidupmu. Bukankah kita sebagai penonton memiliki hak untuk memilih?

Kemudian saya bertanya-tanya… Apakah para produser film ini sudah tidak menemukan ide yang menarik lagi untuk dijadikan film? Well, maaf saja saya bukan ahli dalam perfilman, tetapi bagi saya menonton film adalah menonton sesuatu yang kreatif. Kreatif dalam artian selalu ada hal yang baru untuk ditambahkan, menambah nilai dalam kehidupan peradaban manusia. Atau jangan-jangan inilah resep pengeruk uang paling jitu? Please deh, bahkan dalam setiap franchise film James Bond yang penuh dengan adegan bobo bareng pun mereka masih punya selera untuk membuat film dengan jalan cerita yang bagus. Bukankah kita orang timur yang konon katanya memiliki standar moral yang tinggi? Kemana perginya rasa malu itu???

Buat anda yang merupakan bagian dari film-film yang saya bahas diatas, baik pembuat maupun penontonnya, saya mohon maaf apabila kata-kata saya terlalu kasar dan keras. Tapi ini merupakan bentuk keprihatinan saya terhadap kondisi yang akut ini. Hal ini saya utarakan karena saya percaya bahwa kemungkaran merajalela bukan saja karena orang jahat mampu melakukan kemungkaran tesebut, melainkan juga karena orang baik membiarkannya terjadi. Dan untuk anda produser film, sutradara, maupun penulis naskah, belajarlah dari Laskar Pelangi, Denias, Janji Joni, maupun Dragon Zakura. Belajarlah dari Andrea Hirata, Riri Riza, dan Garin Nugroho. Masih banyak tema-tema menarik untuk dijadikan film yang bagus, salah satunya adalah mengenai mimpi dan cita-cita… Topik postingan saya berikutnya.

Maju terus perfilman Indonesia!!!

12
Okt
08

Sebuah Bilangan Bernama “Fu”

 bilangan Fu

Liburan kali ini cukup menarik. Tidak saja karena saya untuk pertama kalinya ditilang polisi (dengan bujuk-rayu-tipu keluar 30 ribu rupiah, sial), main di Atlantis Ancol (dan berenang gaya batu disana), atau nonton “Chika” di tengah malam sambil mengutuk setiap orang yang terlibat di film ini karena kesampahannya (kita simpan ini untuk postingan lain kali ya). Tetapi juga karena saya bisa mengisi waktu saya dengan melakukan hobi nomor satu saya: Membaca.

Syahdan, terdapat tiga buku yang merupakan target bacaan saya selama liburan: Traveler’s Tale, Maya: Misteri Dunia dan Cinta (pengarangnya, Jostein Gardner, adalah penulis Dunia Sophie yang keren itu), dan Bilangan Fu.

Dua buku saya baca sampai habis yaitu Bilangan Fu dan Traveler’s Tale. Sedangkan Maya masih saya baca sampai sekarang karena muatan filosofisnya yang cukup berat. Juga karena isinya yang berplot sangat lambat. Bosen…

Mengenai dua buku yang lain akan saya bahas lain kali. Postingan kali ini saya dedikasikan untuk Bilangan Fu karangan Ayu Utami. Sebuah karya fenomenal yang berharga cukup mahal (Rp. 51 ribu di Togamas) dan tebal (547 halaman).

Awal membaca buku ini saya merasa ada pola yang mirip dengan Saman dan Larung, dua buku fenomenal dan “kritis” karangan Ayu Utami yang lain. Kritik terhadap perubahan jaman, sebuah hujatan terhadap birokrat-birokrat politik, dan sebuah pencerahan terhadap abad spiritual new age. A little bit obvious isn’t it? This is Ayu Utami after all….

Tetapi tidak…. bagi beberapa orang, Bilangan Fu mengalami dekadensi bila dibandingkan dua saudaranya itu. Kehilangan kemilaunya bila memakai istilah Kaca. Saya pribadi berpendapat kalo buku ini seperti spiritual kritis yang ngepop. Berusaha memberikan pencerahan (pluralisme? hmmm) dengan menggunakan bahasa yang membumi, kalo tidak mau dibilang populer. Membaca backcovernya juga bisa membuat orang salah paham. Seakan-akan buku ini membahas cinta segitiga yang klise antara Yuda si “iblis” , Parang Jati si “malaikat”, dan Marja si “manusia”. Terdengar sangat pop… Begitu mirip dengan chiclit ato serial drama romantis bila tidak melihat nama penulis dan kovernya yang aneh….  Mungkin memang disengaja karena editornya ingin buku ini meraih segmen pasar yang lebih luas.

Secara isi, buku ini sangat menarik. Buku ini bisa dibilang memilki inti terhadap sebuah kritik… Kritik terhadap tiga hal yang sering kita hadapi dalam sehari-hari namun luput dari pandangan kita. Modernisme, monoteisme, dan militerisme. Khusus buat dua yang pertama bisa dibilang sesuatu yang menarik. Jarang ada penulis yang bisa membaca masalah jaman seperti ini dan mengemasnya dalam bahasa yang sangat indah. Bahasa yang sangat kental suasana Jawa dan Indonesianya… Begitu penuh dengan istilah perwayangan, legenda-legenda, dan sejarah nusantara…    

Sedangkan mengenai militerisme saya merasa tidak begitu relevan lagi terhadap kondisi jaman sekarang. Secara, militer udah balik ke barak sekarang. Meski masih banyak operasi intelejen yang misterius terjadi.

Mengenai kesimpulan dari buku ini saya merasa buku ini memang berusaha membawa isu pluralisme (terlihat dari chapter “kritik atas modernisme” dan “kritik hu atas monoteisme”). Tetapi diluar dari perdebatan mengenai hal itu (saya berdebat dengan teman saya, Adhit, si pejuang anti pengkafiran di Surabaya, mengenai baik buruknya pluralisme) bisa dibilang buku ini membawa isu yang sensitif menuju level pencerahan yang pantas untuk dibicarakan oleh orang-orang yang peduli akan kondisi jaman.

Pertama, si Ayu Utami membawa masalah takhayul sebagai momok dan bahan joke bagi masyarakat modern. Kemudian dia memberitakan mengenai sudut pandang post-modernisme yang mengajarkan kepada kita bahwa takhayul itu tidak buruk. Melainkan hanya sudut pandang terhadap jaman, dimana proses penyelamatan alam merupakan tujuan dari takhayul. Bila anda pernah membaca virus akal budi nya Richard Brodie atau pernah belajat tentang meme sebelumnya pasti bisa menangkap pesan ini dengan lebih baik.

Selanjutnya Ayu Utami membawa pesan tentang adanya agama bumi dan agama langit. Dia berusaha menunjukkan bahwa setiap agama memilki tujuan masing-masing (sekali lagi, ini meme yang kuat). Dan setiap orang berhak untuk menjalankan setiap agama yang dipercayainya dengan caranya masing-masing. Begitu keras kritik tentang meme ini (yang sayangnya digambarkan dalam bentuk islam fundamental kupukupu alias farisi) sehingga saya tidak menyarankan anda baca dulu sebelum anda bisa open mind terhadap semua perbedaan. 

Terakhir dia membawa isu militerisme ke dalam buku ini. Mengenai pasukan ninja yang cukup aneh dan terjadi pada saat gejolak politik dimana Gusdur menghadang Megawati di pemilu 1999. Selanjutnya membahas mengenai pembunuhan terhadap dukun santet dari jawa timur ke jawa tengah. Kesemua cerita itu dihiasi dengan legenda-legenda dan mitos-mitos tanah air, seperti sangkuriang dan batara durga. Sangat menarik dan kaya akan unsur budaya tanah air.

Sayangnya endingnya cukup klise bagi saya. Salah satu tokohnya meninggal, sebagaimana martir-martir lain meninggal dunia. Dia hanya meninggalkan sahabatnya si Yuda dan Marja tanpa mengetahui ujung keberhasilan dari rencananya menyelamatkan daerah watugunung dari perusakan lingkungan. Yap, si parang jati yang konon merupakan anak geologi ITB itu mati di tangan gerombolan misterius. Hehehe, jadi kepikiran apa ada anak ITB seperti si Parang Jati? Begitu idealis dan terencana tapi juga bisa melakukan action dengan baik…. tidak banyak debat dan diskusi (seperti sekarang) melainkan melakukan saja apa yang ingin dia lakukan. Seperti Iklan Nike,  Just do it.

My last verdict? Ini merupakan buku yang kritis terhadap perubahan jaman. Bahkan bisa membuka mata anda kalo anda siap untuk menerimanya. tujuan akhir buku ini mungkin bisa terbayang dari kovernya yang ramah lingkungan: menyelamatkan lingkungan hidup dengan cara sangat puitis dan sastrawi. Sayangnya telalu simpel kalo cuma dalam satu buku aja. Mungkin lebih baik dijadikan tiga buku untuk merangkum meme pikiran si Ayu Utami ini. Tapi kalo cuma buat bacaan pas libur lebaran yang membosenin cukup bagus lah 😛

My score? 7.0/10

Not Bad…. Cukup menarik bila anda suka baca tentang yang “ringan-ringan”. Saya merekomendasikan buku ini untuk anda yang mencari pencerahan setelah letih dan bosan akan kehidupan generasi pop, Pencinta lingkungan hidup yang mencari metode untuk melestarikan lingkungan via adat budaya di daerahnya, juga untuk anda yang mencari kilas balik pristiwa akan pergolakan politik dan budaya jaman pasca reformasi. Recommended…! 




Human Calender

My beloved reader

  • 132.943 orang

Survei Mahasiswa

Tok…Tok… Anybody Home?

Love to Click

  • Tidak ada

A little bit about my personality

Click to view my Personality Profile page

Our visitors